Pontianak-Palangkaraya, Memutar Via Jakarta

IMG00806-20121212-1821

Ruang boarding bandara Soekarno-Hatta

Pontianak dan Palangkaraya berada di satu pulau. Sama – sama berada di pulau Kalimantan. Pontianak di Kalbar dan Palangkaraya di Kalteng. Tetapi untuk bepergian dari Pontianak ke Palangkaraya dan sebaliknya, terkadang harus menyeberang laut Jawa dan memutar dulu lewat Jakarta.

Hal seperti itu yang saya alami ketika hari Selasa (11/12) lalu harus terbang dari Pontianak – Jakarta – Palangkaraya untuk keperluan tugas. Menggunakan pesawat Lion dari Pontianak, rencana berangkat jam 4 sore, ternyata terkena delay dan baru terbang ke Jakarta satu jam kemudian. Setelah transit di bandara Soekarno – Hatta, jam 8 malam perjalanan dilanjutkan dengan maskapai yang sama ke Palangkaraya.

Selesai mempresentasikan realiasi kegiatan tahun ini dan rencana kerja tahun depan, siangnya sekitar jam 1 berangkat lagi ke bandara Tjilik Riwut untuk kemabli ke Pontianak. Seperti waktu berangkat, rutenya juga sama, Palangkaraya –  Jakarta – Pontianak.

Di dalam pesawat,  dalam perjalanan keberangkatan dari Jakarta – Palangkaraya, saya sempat berpikir, kenapa sih tidak ada penerbangan langsung dari Pontianak – Palangkaraya? Kenapa harus mutar dulu lewat Jakarta?

Memang ada penerbangan langsung dari Pontianak ke kota lain di Kalimantan, seperti Pontianak – Sintang, Pontianak – Banjarmasin, Pontianak – Sampit, Pontianak – Pangkalan Bun. Bahkan penerbangan antar kota antar negara juga ada , seperti Pontianak – Kuching atau Pontianak – Singapura.

Waktu saya tanyakan hal itu ke pimpinan yang juga ikut ke Palangkaraya, beliau bilang,” Kalau pesawat dari Pontianak langsung ke Palangkaraya, ada nggak penumpangnya?”.  Saya sendiri juga belum tahu jawabannya.

Saya berpikir, kalau pesawat dari Pontianak ke Palangkaraya atau pesawat-pesawat lainnya harus transit di Jakarta, bukankah akan menambah padat lalu lintas penerbangan di bandara Soekarno – Hatta? Bukankah para penumpang transit akan menyebabkan ruang tunggu di bandara makin sesak, hingga mereka terpaksa duduk di lantai koridor menuju ruang boarding?

Bagi petugas Air Traffic Control (ATC), saya bisa bayangkan, betapa sibuknya mereka mengatur pesawat-pesawat dari maskapai dalam maupun luar negeri yang akan lepas landas dan mendarat di bandara. Bisa jadi, mereka adalah karyawan yang bekerja dengan  tingkat stress yang tinggi.

Saya sendiri yang hanya sesekali transit di bandara Soekarno-Hatta merasakan,  suasana bandara saat ini kok ramai sekali ya. Nggak hanya ramai dengan penumpang, tapi juga para pedagang asongan.

Malah waktu kami beristirahat di salah satu tempat makan menunggu pesawat ke Pontianak, ada dua pedagang yang masuk ke ruang makan dan menawarkan barang. Penjual pertama menawarkan parfum dan yang kedua menawari jam tangan. 🙂

Terbang bersama Garuda

Sebelumnya saya pernah cerita tentang perahu klotok dan bis. Kali ini saya mau cerita waktu terbang bersama Garuda Indonesia. Cerita ini lanjutan dari kisah tugas saya ke Jakarta seminggu yang lalu. Setelah tiga hari di Jakarta, akhirnya hari Kamis (19/7) saya pulang ke Pontianak.

Sebelum pulang, sehari sebelumnya saya sempatkan ke kantor untuk mengambil tiket pesawat. Setelah e-ticket saya terima dan baca, tercantum kode flight : GA 502. Berarti, pulang naik Garuda. Benar-benar kejutan dan tidak disangka. Semua terjadi di luar dugaan saya. Karena waktu berangkat pakai Sriwijaya, ternyata pulangnya naik Garuda.

Kalau lihat harga tiket Garuda, untuk ukuran kocek saya memang mahal? Sekitar 1,2 juta. Itu harga kelas ekonomi, lho. Tapi karena sudah disediakan perusahaan, masa saya tolak?

Untuk orang seperti saya, namanya naik pesawat bisa dihitung dengan jari. Terakhir kali tahun 2010, sewaktu pulang lebaran ke Jogja. Itupun pakai Batavia, langsung dari Pontianak.

Walaupun lama nggak naik pesawat, tapi saya tetap mengikuti perkembangan dunia penerbangan. Mulai jatuhnya Sukhoi Super Jet 100 di Gunung Salak, padatnya lalu lintas penerbangan di bandara Soekarno – Hatta, sampai produk pesawat CN 235 buatan PT DI yang justru banyak dipakai negara-negara lain : Korea Selatan, Thailand, Malaysia, dan Pakistan.

Khusus Garuda Indonesia, perkembangan flag carrier tersebut juga saya ikuti. Mungkin karena tertarik dengan berbagai inovasi jajaran direksi yang dipimpin oleh Dirutnya sekarang, Emirsyah Satar. Direksi yang sedang berada di puncak kinerja, antusias dan gairah kerja.

Saat ini, berbagai inovasi brand Garuda lebih bersuasana Indonesia. Menyediakan menu makanan khas Indonesia seperti soto, nasi pecel, nasi uduk. Penggantian seragam air crew yang lebih menonjolkan ciri khas Indonesia : baju lengan tiga perempat berwarna biru dan oranye dengan kebaya motif batik. Kelihatan anggun sekali. Hingga memperdengarkan lagu-lagu tanah air. Dengan demikian, setiap penumpang khususnya orang-orang asing yang naik Garuda, seperti sudah merasa berada di Indonesia.

Berbagai inovasi tersebut membuat Garuda makin terbang tinggi. Penambahan armada pesawat juga terus dilakukan. Value Garuda saat ini mencapai 18 trilyun. Bahkan mengungguli Malaysia Airlines, Thai Airways dan Air France. Di Asia Tenggara, Garuda cuma kalah dengan Singapore Airlines.

Tidak hanya itu, Garuda juga mengembangkan sayapnya berpromosi di video display di stadion Anfield, markas klub Liverpool. Musim kompetisi mendatang yang dimulai 19 Agustus 2012, setiap kali The Reds tampil di Anfield, iklan Garuda akan muncul di sisi stadion. Di Liga Primer Inggris, Garuda akan bersaing dengan maskapai Etihad dan Malaysia Airlines.

Sebagai warga negara, dengan prestasi seperti itu membuat saya bangga. Ternyata maskapai penerbangan kita nggak kalah dengan maskapai negara lain.

Waktu membaca perkembangan Garuda saat ini, saya sudah senang. Apalagi diberikan kesempatan terbang menggunakan Boeing 737 – 400. Tidak ketinggalan saya ambil beberapa gambar untuk kenang-kenangan. Mulai saat menunggu pesawat di pintu F7 Bandara Soekarno Hatta yang toiletnya sangat bersih, di kabin sampai mendarat di bandara Supadio.

Waktu berada di ruang boarding, jadwal keberangkatan pesawat GA 502 ternyata ditunda 20 menit dari jadwal semula, jam 10.25 WIB. Saya gunakan waktu untuk ke mushola, sholat dhuha dan melihat toilet di bagian bawah.

Cerita tentang toilet bandara, toilet di Soekarno Hatta termasuk tiga besar toilet terbersih dari seluruh bandara di Indonesia. Saya lihat ada dua orang petugas yang berjaga di toilet. Setiap ada bekas jejak kaki penumpang, langsung dibersihkan. Toiletnya bersih, mengkilap dan harum.

Di dalam pesawat, saya dapat kursi 12 B, di tengah-tengah. Tapi waktu mau menaruh tas dan dokumen, ternyata kabin di atas kursi sudah penuh. Saya lihat mbak-mbak pramugari juga lagi sibuk mengatur penumpang lainnya dan barang-barangnya. Mau ditaruh dimana tas dan dokumen yang saya bawa?

Saya coba atur lagi barang-barang penumpang lain yang ada di kabin, ternyata masih ada tempat. Cuma ada satu dokumen yang nggak muat dimasukkan ke dalam kabin. Akhirnya diletakkan di bawah dan jelas mengganggu posisi kaki untuk bersandar.

Setelah duduk dan mengencangkan sabuk pengaman, mbak pramugari pun membagikan permen. Sebelum lepas landas, saya tanya, “ Penumpang di 12 A mana, kok masih kosong Mbak? ” Sudah closed, Pak”. Wah, berarti kesempatan duduk dekat jendela dan saya langsung pindah posisi. Dokumen pun pindah juga, ada di bawah kursi 12 B tempat saya semula.

Detik-detik saat lepas landas adalah yang paling mendebarkan diri saya. Sejak pilot mengatakan “cabin crew, take off position”, saya tak henti-hentinya berdoa. Bacaan Basmalah, Subhanallah dan Laa Haula Walaa Quwwata Illa Billah terus saya ucapkan.

Alhamdulillan, akhirnya pesawat berhasil lepas landas dan mengangkasa di ketinggian 34.000 kaki atau sekitar 11.000 meter. Karena duduk dekat jendela, saya keluarkkan BB dan memotret pemandangan di bagian kiri pesawat. Inilah hasilnya.

Selesai memotret, sekitar jam 11.30 WIB, pramugari menghidangkan kotak makanan yang berisi burger mini dan roti isi daging, plus jelly kelapa. Pikiran saya, mungkin karena belum saatnya jam makan siang, jadi hidangan yang muncul roti. Lumayan untuk pengganjal perut, padahal saya berharap yang disajikan adalah nasi he….he….he….he…..
Sekitar jam 11.45 WIB, diumumkan oleh pramugari bahwa pesawat akan mendarat di bandara Supadio Pontianak 20 menit lagi.

Tepat pukul 12.05 WIB, syukur alhamdulillah, pesawat mendarat dengan selamat di bandara. Dua bis pun bersiap – siap menjemput penumpang untuk diantar ke ruang kedatangan. Pengalaman terbang bersama GA 502 pun berakhir di sini.
Mengutip kata-kata pramugari, “ Terima kasih telah terbang bersama Garuda. Sampai jumpa pada penerbangan Garuda selanjutnya “.

Referensi Bacaan :