Kenapa Pengajuan KPR Disetujui?

Postingan ini terinspirasi dari postingannya Mas Dani Kurniawan yang cerita masalah investasi. Kejadiannya waktu itu tahun 2006. Ada dana di tabungan yang jumlahnya lumayan. Pikir-pikir waktu itu kalau semua uang ditabung atau disimpan di deposito, kok imbal hasilnya mepet banget dengan inflasi. Setelah dirembug sama istri akhirnya diputuskan beli rumah untuk investasi.

Berdua cari rumah lewat iklan di koran. Setelah cocok terus datang ke kantor developernya. Kata salesnya setelah uang muka dibayar baru rumah dibangun. Ooo…begitu rupanya kalau mau beli rumah lewat KPR. Setelah dikasih brosur, terus besoknya lihat lokasi berdua sama istri. Ada satu prinsip yang harus kita pegang kalau mau beli rumah, jangan cuma percaya sama gambar dan penjelasan di koran atau brosur. Cek lokasi itu wajib hukumnya.

Waktu itu harga rumahnya kalau beli tunai 55 juta rupiah. Tipe 45 dan luas tanahnya 166 m2. Kalau sekarang, mana mungkin beli rumah yang tipe dan luas tanahnya segitu, bisa dibawah seratus juta? Mungkin sih, kalau belinya di tepi hutan rimba 🙂

Kalau punya uang segitu waktu itu mungkin langsung saya beli tunai. Cuma karena duitnya nggak cukup, ya akhirnya utang ke bank pakai KPR. Bayar uang muka sekitar 30 % dan selebihnya diangsur.

Nah, sebenarnya waktu itu hampir saja nggak jadi beli rumah kalau salesnya nggak aktif ngasih info. Dia bilang,”Harganya bulan depan naik lagi, lho Pak”. Sama seperti Fenni Rose di televisi yang promosi property terus bilang,”Senin harga sudah naik”. Apa nggak mikir saya dikasih tahu seperti itu.

Ini mungkin trik bagian penjualan supaya saya dan istri kepepet, terus cepat ambil keputusan. Tapi emang benar, kok harga rumah cenderung terus naik. Sekarang saja kenaikan harga rumah per tahun udah gila-gilaan. Katakan kalau harganya naik minimal 12 %, berarti tiap bulan naik 1 %. Itu baru hitungan kenaikan minimal. Akhirnya karena pertimbangan kenaikan harga tadi, kami putuskan ambil rumah itu. Selesai sampai di situ? Belum.

Setelah selesai urusan dengan developer, giliran berikutnya dengan bank pemberi kredit. Waktu itu saya diminta menyerahkan KTP, KK, surat nikah, slip gaji dan mengisi formulir. Yang saya ingat data yang diisi mulai data nama, alamat, tempat tanggal lahir, pekerjaan sampai kepemilikan aset.

Nah, untuk kepemilikan aset ini saya masukkan jumlah tabungan di bank tersebut (bank pemberi kredit mempersyaratkan harus punya tabungan di situ), juga deposito. Sepeda motor dan mobil juga saya masukkan dengan taksiran harga saat itu. Waktu itu saya punya hitungan sederhana. Kalau semua aset tadi ditotal, nilai nominalnya masih lebih banyak daripada kredit yang diberikan bank.

Waktu itu di daftar isian saya mengajukan masa tenor kreditnya 10 tahun. Beberapa minggu kemudian saya ditelepon oleh salah seorang petugas yang menangani KPR.

“Pengajuan KPR bapak disetujui. Jangka waktunya 7 tahun”katanya

“Lho, kok nggak nggak sepuluh tahun sesuai yang saya ajukan, Mbak?” tanya saya seakan nggak terima. Karena kalau dikasih 7 tahun, berarti angsuran per bulannya lebih tinggi.

Padahal dalam hati disetujui saja sudah senang banget. Karena ada teman yang waktu itu kerja di tempat yang sama, pengajuan KPR-nya nggak disetujui. Kata teman saya, bank tidak bisa kasih KPR karena dia kerja di perusahaan perkayuan. Dan prospek bisnis perkayuan sedang lesu, jadi dikhawatirkan nggak bisa melunasi KPR yang diberikan.

Terus gimana caranya teman itu bisa punya rumah? Akhirnya, dia nego langsung dengan developernya. Disepakati rumah bisa dibeli dalam 4 kali pembayaran dengan jangka waktu yang ditentukan. Baru tahu saya, rupanya kita juga bisa langsung transaksi dengan developer kalau pengajuan kredit nggak disetujui bank.

“Ini sesuai perhitungan kami melihat data yang yang bapak ajukan”mbaknya menjelaskan lagi.

“Ok, kalau gitu”jawab saya pasrah. Harusnya bersyukur ya, KPRnya sudah disetujui kok malah pasrah.

Kalau melihat dua contoh di atas ada satu hal yang saya masih belum mengerti. Bukan maksudnya membanggakan diri, cuma ingin tahu saja kenapa teman saya pengajuan KPRnya ditolak, sementara saya disetujui? Kira-Kira apa ya penyebabnya? Padahal saya dan teman saya sama – sama bekerja di perusahaan yang sama. Sama-sama di camp. Dan bank tempat mengajukan KPR juga sama?

12 pemikiran pada “Kenapa Pengajuan KPR Disetujui?

  1. Mungkin ada analisa lain terkait rekening dan dana yang njenengan simpen di tabungan Pak karena setahu saya salah satu analisa kpr itu lama berhubungan dengan bank dan kinerjanya. Mungkin tabungannya njenengan sudah cukup lama dan jumlahnya naik terus. 😀

    1. Iya sih mas, saya udah cukup lama nabung di bank itu, sejak masih kuliah sampai kerja sekarang ini. Kalau kinerjanya apa yg dimaksud itu track record penabungnya, pernah nggaknya bermasalah selama menabung? Trims infonya 🙂

      1. Kalo untuk penabung lebih ke seberapa stabil dana simpanan, transaksi bulanan kira-kira profilnya gimana, apakah dana nambah terus dan sebagainya Pak. Soalnya kalo simpenan tabungan kan bisa membantu target funding cabang.

  2. Mungkin teman mas juga punya kartu kredit mas? Pengalaman saya dulu, harus melunasi semua kartu kredit agar track record saya “baik”.

    Sekarang… Lagi pengen refinancing ke KPR lain nih. Mahal. Hahaha

  3. Saya pernah mengajukan KPR, dan ditolak, Mas! Hiks.. 😦 Gara-gara istri saya pernah beli rumah via KPR lalu dijual ke pembeli kedua di bawah tangan. Karena semua dokumen di bank masih atas nama istri, maka rekam jejak perbankan rumah itu masih berpengaruh pada namanya. Walhasil, karena si pembeli kedua nunggak 3 bulan berturut-turut, nama istri saya kena blacklist atau tidak lolos saat BI checking. Sedih rasanya gagal punya rumah via KPR sementara estimasi cicilan dan skema pembiayaannya sudah kami sepakati. Sudah cucok, istilahnya.

    Kalau kasus teman Anda dan Mas Hendro yang berlawanan, senada dengan Mas Dani, setahu saya itu ditentukan oleh kinerja atau postur keuangan si pelamar selama ini di rekening yang ia pakai sebagai rujukan. Kalau di bank yang saya tuju kemarin malah tidak mensyaratkan harus rekening di bank mereka sebagai referensi keuangan. Akhirnya saya melampirkan rekaman tabungan dari bank lain.

    Ternyata keaktifan rekening kita sangat dihargai oleh mereka. Mereka menyarankan agar semua transaksi, sekecil apa pun, dilewatkan rekening sehingga rekening kita terlihat hidup–tidak harus bertambah secara nominal. Yang penting dana dalam rekening itu bergerak terus, keluar-masuk dan tidak dormant.

    Dari motivator bisnis saya juga pernah baca saran ini, yakni agar semua aktivitas keuangan dilewatkan bank untuk membantu kita sewaktu-waktu butuh pinjaman dari bank. Kelemahan pedagang tradisional adalah kadang transaksi lewat offline saja, padahal bila tercatat dalam manifest bank, itu sangat berharga bila suatu hari ia butuh pinjaman.

    Selamat, semoga rumahnya menjanjikan profit yg terus naik. Salam dingin dari Bogor 🙂

    1. Makasih mas Rudi, atas sharing info dan pengalamannya. Benar, Mas, rekam jejak kita sebagai nasabah tabungan maupun peminjam KPR tampaknya akan tetap tersimpan rapi di bank tsb dan juga BI. Karena saya juga dapat info kalau antar bank tsb sudah tersambung secara online ke BI. Jadi seluk beluk transaksi kita di bank tsb bisa juga dipantau oleh BI… wah harapannya juga demikian mas lumayan untuk nambah2 dana sekolah 🙂

Tinggalkan komentar